Robbymilana's Blog

Apa yang Anda lihat, belum tentu demikian adanya.

  • Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

    Join 2 other subscribers
  • My Facebook

Archive for the ‘Aktualita’ Category

Analisis Wacana terhadap pemberitaan yang menjadi headline di media dan penyikapan terhadap sebuah fenomena aktual.

Antara Solo dengan Tanjung Priok

Posted by robbymilana on April 16, 2010

Walikota Solo, Joko Widodo (yang akrab disapa Jokowi), pernah menjadi Tokoh Terbaik 2008 versi majalah Tempo. Penghargaan ini diberikan kepada Jokowi salah satunya adalah karena dia berhasil mendemonstrasikan bagaimana memanusiakan warganya. Ketika harus memindahkan pedagang kaki lima, Jokowi tidak melakukan pendekatan represif; dia tidak memilih jalan pintas dengan mengerahkan aparat atau membakar lokasi atau bahkan melakukan tindakan brutal yang bersifat militeristik. Jokowi justru mengundang makan para pelaku sektor informal itu. Bayangkan, untuk melakukan “penggusuran”, Walikota Solo ini mengundang makan sekitar 5000 PKL dan itu dilakukan sebanyak 54 kali makan. Sikap yang “aneh” dalam kultur pejabat Indonesia.

Konsep Represis State Apparatus milik Althusser tidak berlaku bagi Pemimpin Solo ini. ”Setelah makan, ya, saya suruh pulang lagi,” kata Jokowi. Dan setelah undangan makan yang ke-54, Jokowi baru yakin para pedagang sudah siap dipindahkan. Dan yang membuat decak kagum adalah acara pemindahan yang sebetulnya penggusuran itu berlangsung dengan meriah, lengkap dengan arak-arakan yang diramaikan pasukan keraton. Para pedagang gembira ria, bahkan mereka menyediakan tumpeng sendiri!

Ini soal kepemimpinan. Saya yakin Jokowi melihat bahwa bagaimanapun posisinya sebagai Walikota Solo tidak banyak berarti tanpa rakyatnya. Tanpa kewibawaan, niscaya Jokowi akan kehilangan kepercayaan dan dukungan rakyat.

Saya jadi teringat dengan sejarah negara penjajah terbesar di dunia, Inggris. Ketika Inggris menjajah Amerika, mereka berperang dan membunuh siapapun lawan mereka. Namun ada prinsip yang sangat unik yang diterapkan tentara Inggris waktu itu: mereka menolak berperang secara brutal dan tidak manusiawi. Alasannya sederhana, yakni setelah perang berakhir, mereka, para penjajah Inggris itu, akan hidup berdampingan dan berdagang dengan negara jajahan. Aryinya, untuk mencapai sebuah tujuan, strategi lebih layak digunakan dibanding barbarianisme. Toh Inggris menjadi negara paling berpengaruh di kolong jagad hingga saat ini.

Jika Jokowi mengambil sikap yang santun dan manusiawi dalam melakukan penggusuran, maka Pemerintah DKI (yang seharusnya menjadi role model) justru bertindak sebaliknya. Melalui media kita sama-sama menyaksikan bahwa berita mengenai eksekusi makam di Tanjung Priok menuai banyak korban. Menurut laporan Polda Metro Jaya, 134 orang terluka akibat tragedi kerusuhan Makam Mbah Priok. Mereka terdiri dari 10 anggota kepolisian. Dua di antaranya luka parah. 69 Polisi Pamong Praja dan 55 warga juga terluka.

Ada dugaan bahwa Satpol PP yang menjadi pelaksana eksekusi di lapangan sudah main mata dengan PT Pelindo; artinya, tindakan yang dilakukan Satpol PP berada di luar kontrol pemerintah DKI. Ini sangat mustahil. Karena bagaimana pun bertindaknya Satpol PP yang hanya “alat” tentu setelah ada “perintah” dari pemerintah yang berwenang.

Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi mengenai tragedi eksekusi makam di Tanjung Priok:

Pertama, Pemda DKI masih menggunakan cara lama dalam menangani penyelesaian penggusuran, yakni menggunakan cara-cara represif dan seakan tidak mengenal pendekatan dialogis. Akibatnya, banyak korban yang pasti jatuh karena kebijakan tersebut.

Kedua, terkumpulnya opini publik bahwa (1) pemerintah selalu berpihak pada pemilik modal dan (2) selalu terbuka tindakan “main mata” antara pemerintah dengan pemilik modal.

Ketiga, pemerintah akan semakin kehilangan kewibawaannya akibat tidak memperlakukan rakyatnya secara manusiawi dan beradab.

Jadi jika ditanya apa perbedaan antara Solo dengan Tanjung Priok, maka jawabannya adalah soal kepemimpinan dan perlakuan pemerintah terhadap rakyat. Yang pertama memiliki kepemimpinan yang berwibawa dan memperlakukan rakyatnya secara bijaksana, maka yang kedua memiliki kepemimpinan otoriter, represif dan memperlakukan rakyatnya tidak lebih sebagai “objek” penderita kebijakan.

Sikap Kasar Satpol PP

Bentrok antara Satpol PP dengan warga Priok saat akan dilaksanakan eksekusi terhadap makam Mbah Priok.

Posted in Aktualita | Tagged: , , , , , | Leave a Comment »